Catatan Dini Hari: Cinta yang Selalu Dipupuk
Hari kedua Ramadan tahun 2021. Semakin bertambah usia, semakin banyak pula hal yang menempa lahir dan bathin ini. Ramadan ini sungguh aku sedang ingin berusaha untuk membebaskan diri dari amanah dunia yang remeh temeh. Ramadan ini aku ingin mengasah hal lain dari kehidupan ini yang menurutku harus selalu ditajamkan.
Beberapa saat lalu, aku sangat menikmati mengikuti perkumpulan-perkumpulan baru, lingkaran baru, kawan-kawan baru, haha-hihi baru, dengan dalih menyambung silaturahmi yang baru. Namun, tak dipungkiri, hal itu sedikit banyak cukup membuatku kebingungan dalam menyeimbangkan dengan silaturahmi kenalan lama yang juga sangat penting untuk diperhatikan.
Pernahkah kita menyadari, bahwa silaturahmi dan membuka jaringan baru itu penting, namun memupuk kebaikan silaturahmi dengan orang-orang di masa lalu pun tak kalah pentingnya.
Apalagi dengan orang-orang yang pernah sangat berjasa dalam hidup kita masa lampau.
Singkat cerita, diantara kerabatku, ada satu keluarga yang aku selalu merasa berhutang budi kebaikan pada mereka. Aku menghabiskan masa kecilku dengan bersenda gurau dengan mereka yang saat itu Allah takdirkan seumuran denganku. Sebut saja namanya Z dan S. Bersepeda bersama, naik becak bersama, jajan bakso bersama, rental scooter dan becak mini yang hits dimasanya, hingga berburu mainan lotere dari satu sekolah ke sekolah lain dan hasil jualan hadiah lotere itu kita jual dengan perasaan bangga yang berlipat-lipat sambil tertawa puas khas anak sekolah dasar. Bahagia!
Ketika aku beranjak dewasa dan menuntut ilmu di salah satu PTN di Surabaya, aku masih sangat ingat, kebiasaan teman-teman seangkatanku umumnya akan menghabiskan waktu ke perpustakaan, nongkrong di cafe mall atau ngadem di kantin dan mushola kampus. Aku? tentu saja lekas-lekas mengambil motor ke parkiran dan meluncur ke rumah saudaraku itu untuk numpang sholat, makan siang dengan sambel yang luar biasa enak, ngobrol ngalor ngidul sampai lapar lagi, atau hanya untuk sekedar tidur siang yang berujung kebablasan hingga jam menunjukkan waktu kuliah sore 😀
Waktu berjalan, mereka pun sudah memiliki teman akrab yang banyak, yang semakin melebarkan senyum di wajah ceria mereka. Aku senang, dan aku ingin terus bermain bersama mereka, saudara-saudaraku yang amat kucintai.
Selain dekat dengan rumah saudaraku, yang tak boleh lupa adalah juga dekat dengan rumah Nenek! Aku memanggil wanita paruh baya itu dengan sebutan “Mbah”, sebutan yang sangat hangat bahkan seringkali membuat netraku berair jika membayangkan beliau. Mbahku adalah sosok wanita yang luar biasa, dari dahulu hingga sekarang. Berdagang adalah hobi beliau sejak muda, bahkan hingga sekarang. Tak heran jika anak cucu beliau tak sedikit pula yang mengikuti jejaknya dalam berdagang.
Jika di rumah saudaraku aku bisa menghabiskan “sambel sak layah”, berbeda dengan di rumah Mbah. Di rumah Mbah, aku selalu dijamu kopi pahit luar biasa racikan Mbah 😀 Sungguh aku bukan pecinta kopi, tapi kopi racikan Mbahku ini sangat sulit untuk tak ku teguk hingga habis. Di masa-masa bulanan ketika tamu rutin datang, aku hampir selaluuu akan pergi ke rumah Mbah. Sepadat apapun kuliah hari itu, hanya rumah Mbah tempat istirahat terciamik untuk menghalau nyeri yang bisa bikin panas dingin ini. Menurutku, hanya Mbah dan Ibuku yang paling mengerti cara meredakan nyeri bulanan yang serangannya amat luar biasa kala aku gadis. Bagaimana dengan kamu? 😀
Masya Allah Tabarakallohu.
Hhhh,,, mengenang itu rasanya membuat pikiranku nyaman dan bahagia. Aku bahagia dan bersyukur Allah berikan aku kampus yang sangat dekat dengan rumah Nenek dan saudaraku. Tempatku bisa menjadi diri sendiri, sekaligus meregangkan otot-otot yang kaku sejak kuliah pagi.
Allah, sungguh aku rindu mereka semua. Aku rindu keluarga besarku di Tanah Air. RINDU.
Beberapa orang mungkin akan merasa “kasihan” dengan keadaan rindu yang seperti ini, but hey! perasaan rindu ini tidak pernah meminta untuk dikasihani. Perasaan ini normal dan pasti akan dialami oleh semua orang. Perasaan ini salah satu bentuk nikmat rizki-Nya. Aku menikmatinya, dan aku sangat sangat bersyukur atas perasaan dan keadaan ini. Alhamdulillah.
Dari perasaan ini aku bisa melakukan banyak hal, dan perasaan ini memang harus ada supaya cintaku semakin berlipat untuk mereka, dan harus selalu seperti itu. Selamanya. Insya Allah.
Jepang, 2 Ramadan 1442 H