Mengapa orang Jepang sering meminta maaf ?
Percikan air dan bunyi kecipak yang ditimbulkan anak-anak kecil, dari mainan pistol air dan lari-lari kecil di dalam kolam renang, rasanya mampu menambah efek sejuk bagi orang-orang yang melewatinya.
Tiba-tiba,
“sana minta maaf !” gertak seorang Ayah kepada anak lelakinya yang terlihat berusia sekitar 9 tahun
“maaf..maaf” ujar anak lelaki itu menimpali.
Saya mendengarnya percakapan itu, tapi sama sekali tidak berpikir bahwa saya ada di dalam pembicaraan mereka. Sampai akhirnya si anak laki-laki itu terlihat berjalan mendekat menghampiri saya, saya pun menoleh, dan dia berhenti sambil membungkuk dan berucap “Maafkan saya..” berkali-kali.
Sontak saya kaget, mengapa dia harus meminta maaf kepada saya?. Ternyata, ketika ia berlari-lari kecil di kolam, ia menimbulkan percikan air ke luar kolam dan hampir mengenai saya. Saya tahu hal itu, dan saya kira itu biasa, karena itu area air/kolam yang sudah pasti akan basah. Kedua, saya bahkan menikmati pemandangan air yang berhamburan dimainkan anak-anak kecil yang sedang menikmati liburan musim panas mereka. Tidak ada yang salah, itu pikir saya.
Tapi ternyata, hal itu dinilai tidak sopan oleh sang Ayah anak lelaki tersebut. Dan, saya semakin kaget ketika dua orang Ayah dan anak itu sama-sama membungkuk meminta maaf ke saya.
Saya langsung buru-buru mengucapkan,
“tidak apa-apa, kami yang meminta maaf karena sudah berdiri dekat sini.”. Tentunya dengan derajat membungkuk yang tidak lebih tinggi derajat kemiringannya dari mereka.
Es Krim, cemilan wajib musim panas. Gambar sebagai ilustrasi 😀 |
Dengan kata lain, saya juga meminta maaf karena telah membuat “kesusahan” pada mereka, sehingga mereka harus meminta maaf ke saya.
Mbulet? Bingung ga? Haha 😀
Begitulah,
Sebenarnya saya sudah paham jauh sebelum saya tiba di sini, bahwa masyarakat Jepang adalah masyarakat nomor satu yang sering banget mengucapkan kata “maaf”, “terima kasih” dan “silakan”. Tapi sampai sekarangpun, saya masih terheran-heran dengan konteks yang mereka gunakan ketika mengaplikasikan kata-kata tersebut. Jadinya, saya pun jadi ikut-ikutan sering menggunakan kata-kata ini walaupun frekuensi penggunaannya belum sebanyak masyarakat asli Jepang. hehe
Lain cerita,
Di dekat kontrakan kami, ada toko yang menjual makanan tradisional Jepang. Sebenarnya saya tidak terlalu suka dan paham tentang oyatsu/snack Jepang yang manis-manis sperti yang sedang baca ini. xD
Namun, Ibu penjualnya sangaaaatt baik dan ramah kepada pembeli, terutama kepada saya yang orang asing. Meskipun bahasa Jepang saya pas-pas an, macam “yes-no” saja, beliau seringkali memuji kemampuan berbicara bahasa Jepang. Saya sampai heran, apa yang dipuji ya. Hehe..
Beliau sangat baik dan sudah cukup berumur/sepuh, saya jadi ingat nenek saya di kampuang halaman yang juga masih berdagang di usia senja beliau. Dan saya senang karena ada beberapa jenis makanan yang saya suka, namun munculnya musiman alias tidak selalu ada.
Suatu ketika, kue yang saya incar sudah tidak beliau produksi lagi, karena mungkin sudah habis musimnya.
Tahukah apa yang beliau ucapkan pada saya?.
“Sungguh saya mohon maaf sekali, kue nya sudah tidak dijual lagi, stok kemarin sudah habis. Sekali lagi saya minta maaf ya. Minta maaf” sambil membungkuk berkali-kali.
Awalnya, tentu saya kaget, karena pengalaman sebelumnya di negara selain Jepang, ketika saya beli dan barang habis atau tidak ada, maka penjual tidak mengucapkan maaf, yang ada saya pernah dicelatu, “kok nyari yang gak ada sih mbak..yang ini aja loh”. deng dongggg xD
Dengan hati yang masih kebingungan, saya pun ikut-ikutan membungkuk dan meminta maaf kepada beliau. Meminta maaf karena saya mencari sesuatu yang sudah jelas tidak terpampang untuk dijual, sehingga saya menyebabkan beliau merasa tidak enak dan akhirnya beliau harus meminta maaf kepada saya. Gimana?masih bingung? 😀
Dari dua cerita di atas yang benar-benar saya alami sendiri, dapat saya simpulkan bahwa semakin saya “masuk” ke dalam kehidupan sehari-hari masyarakat setempat, saya seperti berkesempatan untuk mengurai satu persatu faktor tentang, Apa yang membuat negara ini besar di mata dunia?
Negara mana yang tidak segan pada negara Jepang?. Jepang tidak menunjukkan siapa dirinya dengan “petantang-petenteng” menyombongkan apa yang ia miliki, justru ia merendah, dan rendah hati itu telah dipupuk turun-temurun dari generasi yang sudah sepuh dan diterima secara baik oleh generasi yang lebih muda.
Rendah hati dan menghormati itu ternyata yang membuat negara Jepang semakin TINGGI.
Mungkin sebagian dari kita akan menganggap itu sesuatu yang berlebihan, tapi memang begitulah adanya. Cerita di atas adalah nyata tanpa saya buat-buat. ^_^
Dan sebenarnya di budaya Indonesia sendiri, sudah dicontohkan agar tidak malu meminta maaf, melalui salah satu tayangan televisi loh. Ada yang ingat Mpok Minah di SitKom Bajaj Bajuri?, itu salah satu contohnya.
Jadi mengapa harus gengsi untuk meminta maaf, jika memang dirasa ada kekurangan pada diri kita. Merendahkan hati tidak berarti akan merendahkan diri kita. Dengan meminta maaf, kita menyadari bahwa kita makhluk Tuhan yang kecil dan penuh khilaf, dan itu membuat lebih berhati-hati dalam bertindak dan berucap.
Jadi, sudah meminta maaf kepada siapa hari ini?,
atau pernah bertemu tokoh yang tidak sungkan berkali-kali meminta maaf ?
atau pernah bertemu tokoh yang tidak sungkan berkali-kali meminta maaf ?
Post Views: 1,180
7 Replies to “Mengapa orang Jepang sering meminta maaf ?”
Kultur yg unik bngt ini.. klo di negara kota pasti udah dikatain, "Paan sik lebay banget minta maap mulu wkwk"
wkwkwk kak Mandaa ?
itu udah jadi semacam habits ya mbak di mereka. dikit-dikit minta maaf. tapi ini bagus sih. karna kan banyak tuh orang yang udah jelas salah masiiih aja sulit minta maaf.
hhe iy mb. smoga yg baik2 bs nular ke negara kita y mb ?terima kasih sdh brkenan mampir mb ???salam kenal ?