Tips ala Masyarakat Jepang dalam bersosial media (Millennial Tips)

Tips ala Masyarakat Jepang dalam bersosial media (Millennial Tips)

Tips ala Masyarakat Jepang dalam bersosial media di era Millennial.

Di zaman serba internet ini, keberadaan sosial media seringkali menjadi poin utama yang ditanyakan ketika baru saja berkenalan dengan seseorang. Tak heran, ketika sudah merasa akrab dengan seseorang, kita wajar akan langsung bertanya,

“Instagram mu apa?”

“Boleh minta nomor whatsapp nya?

Atau mungkin jika agak sedikit mundur ke belakang, lagu populer dari Coboy Junior yang berjudul “KAMU” bisa mengingatkan kita mengenai jenis media sosial populer pada akhir tahun 2010-an.

Sejak pertama, aku bertanya,

Fecebook mu apa, nomormu berapa 

Kyaaaa~, Abang Dilan xD~~

Lalu, apakah sosial media yang digunakan di Indonesia sama populernya dengan di Jepang? Hmm tunggu dulu. Beberapa aplikasi memang sama-sama menempati posisi teratas terkait penggunaannya di kedua negara tersebut, antara lain adalah TikTok dan Instagram. Namun untuk aplikasi bertukar sapa secara realtime, Indonesia masih “setia” menjadi pengguna Whatsapp yang berasal dari Amrik alias dibawah kendali Facebook. Sedangkan Jepang, lebih nyaman dengan aplikasi yang dioperasikan oleh perusahaan Naver asal Korea Selatan, yaitu LINE. 

Nah, dari pengalaman bersosmed dengan warga Indonesia dan Jepang itulah, saya jadi punya pengalaman mengamati kebiasaan antara dua warga negara dalam mengendalikan sosial media mereka. Kali ini, saya ingin mengkhususkan tulisan hanya pada pengalaman saya dalam mengamati cara Orang Jepang bersosial media di era Millennial ini, apa aja ya kira-kira? 

Yuk kita bahas pelan-pelan. Jangan di skip ya bacanya!

Agar tidak tersesat di pembahasan xD

Masyarakat Jepang menyikapi Privasi dan Sosial Media

Salah satu ciri khas dari budaya Jepang, adalah menghargai dan menjunjung tinggi privasi orang lain. Sosial media tidak mungkin disebarkan sembarangan oleh orang yang baru dikenal, apalagi belum dikenal. Dan “haram” hukumnya menyebarkan akun sosial media orang yang kita kenal ke orang lainnya, tanpa seizin yang bersangkutan. 

Jangankan sosial media, nama pribadi apalagi anak adalah hal yang rahasia dan amat dijaga. Saya pernah punya pengalaman tentang ini. Suatu hari ketika saya mengajak anak saya bermain di taman, tiba-tiba ada beberapa anak jepang yang datang dan mengajak anak saya bermain bersama. Mereka sangat asik bermain hingga menit dan jam pun berganti. Tapi, mereka bahkan tidak mengenalkan siapa nama mereka ke anak saya yang notabene sedang mereka ajak bermain. Ketika saya menanyakan nama salah satu diantara mereka, mereka pun menggeleng. Saya tanya, kenapa? Si anak itupun berlari ke arah Ibunya yang berada di tak jauh dari tempat kami, dan kembali.

Hmm,,, sepertinya ia bertanya kepada Ibunya dahulu,

“Apakah aku boleh memberi tahu namaku kepada nya?”

Kata “nya” dalam hal ini, tentu saja adalah saya haha xD Karena ada beberapa keluarga yang mengajarkan anaknya untuk tidak sembarangan memberi tahu namanya kepada orang asing atau orang yang baru dikenal. Mungkin tidak semua orang Jepang seperti itu, tapi tidak menampik juga bahwa ada banyak yang menerapkan ini kepada putra-putrinya.

Kenapa sih, ditanyain nama aja ga mau, pelit banget. 

Eh, eh, sabar Dulce Maria. Di era millennial seperti sekarang ini, marak sekali penculikan anak dengan modus menanyakan nama anak loh! Iya apa iya. Jadi saya pikir, ga ada salahnya pola pengasuhan seperti itu, dan kita harus menghormati apapun keputusan orang lain sekalipun berbeda dengan kita. Dengan catatan, selama tidak menyakiti pihak kita juga ya Bund hihi

Lalu, apa hubungannya dengan sikap orang Jepang terhadap sosial media?

Tulisan ini juga terinspirasi dari beberapa teman yang kebetulan sedang berwisata ke Jepang dan bertanya kepada saya,
 
“Boleh ga sih kita foto anak sekolah yang lewat trus kita upload di sosmed? kan lucu bangettt…”
 
“Boleh ga sih aku ngerekam suasana di resto tempat aku makan meskipun di dalamnya ramai orang?”  
“Boleh ga sih aku fotoin Geisha yang lagi lewat di depanku?”
  Hmm… boleh ga ya? :-/  

Nah, pembahasan tentang privasi inilah yang akan menjadi kunci dari pembahasan-pembahasan kita selanjutnya. Siap? Lanjuuut~

Baca juga:

Omikoshi, Icon wajib Festival Rakyat di Jepang

Sebuah Catatan Dini Hari

 

Etika Bersosial Media masyarakat Jepang di era Millennial

 

1. Menutup wajah anak dan pasangan

Beberapa selebgram dan artis kenamaan Jepang, umumnya jarang sekali yang sengaja menampakkan wajah pasangan, anak bahkan keluarga besarnya kepada media. Jikapun mereka harus berswafoto dengana keluarganya, maka pada bagian wajah anggota keluarganya akan diblur atau ditutup dengan stiker lucu.

Beberapa juga sengaja memotret dari belakang, dari samping, ataupun pose dengan wajah yang tertutupi rambut ataupun dahan dedaunan. 

Diambil dari akun ini.

Biar apa sih? 

Bukan, bukan biar netizen penasaran, namun artis atau selebgram tersebut sengaja melakukan hal tersebut untuk “melindungi” keluarganya. Sampai sini paham ga? Kalau belum paham bisa tulis di kolom komentar ya πŸ˜‰

Beberapa artis bahkan “melindungi” keluarganya ini sampai mereka berusia lanjut loh. Jadi sampai si artis ini jadi kakek-kakekpun, media belum ada yang mengupas tentang siapa pasangan dan anak cucunya. 

Ada satu cerita tentang artis kawakan Jepang yang unik nih. Beliau menceritakan bahwa, saking kepinginnya identitas anak-anak dan keluarganya tidak diketahui awak media, ketika mereka sekeluarga sedang ingin makan di restoran X misalnya, mereka akan keluar secara terpisah. Ketika di resto nya pun mereka duduk berjauhan seperti benar-benar tidak mengenal satu sama lain πŸ˜€ Unik ya!

Adakah yang pernah ke restoran keluarga dengan gaya seperti ini? xD

2. Menutup wajah orang lain yang tidak kita kenal

Pernah ga sih, ketika kita sedang asik berswafoto, tiba-tiba ada wajah orang lain tak dikenal yang kebetulan lewat atau menegok ke arah kamera kita, padahal kita tak mengenal sama sekali orang tersebut. Alih-alih menjadikan foto orang asing sebagai bahan candaan, masyarakat Jepang lebih nyaman untuk mengaburkan ataupun menutup wajah orang tersebut sebelum mengunggahnya ke sosial media.

Di negara Jepang, privasi orang adalah hal yang sangat dijunjung tinggi. Tidak main-main, jika ketahuan mengupload wajah ataupun properti seseorang tanpa izin yang bersangkutan, dendanya bisa puluhan juta rupiah! :O

Gambar diambil dari sini.

3. Menghormati hak privasi orang lain

Nyambung dengan pembahasan di poin nomor satu nih. Udah ngerti fotonya ditutupin begitu, kita harus gimana?  Boleh ga kita kepo? Boleh ga kita memaksa mereka untuk nunjukkin wajah anak atau keluarganya?

Silakan di jawab di kolom komentar ya πŸ˜€

Para netizen di sini umumnya hanya berkomentar memuji atau menyakan sesuatu yang berhubungan dengan pekerjaan si artis. Misal nih ada artis pria yang mengunggah foto anak perempuannya dari belakang, komentar yang muncul kurang lebih seperti ini (at least yang terbaca oleh saya ya xD)

“Wah waktu cepat sekali berjalan, si kecil sudah besar!”

“A-san kapan nih main film lagi?”

“Wah tamannya indah ya”

SELESAI

Tak saya temukan komentar yang seperti ini,

“Anaknya hadepin kamera juga dong”

“liat wajah anaknya dong, pasti cakep kek bapaknye nih”

T-A-K-A-D-A alias tak ada xD

Juga ketika ada sang artis wanita yangditerpa gosip tak mengenakan tentang keluarganya, komentar yang muncul adalah,

“kamu baik-baik saja?”

“Kamu wanita hebat. Kuat selalu ya!”

Tak ada komentar-komentar kepo yang menjurus ke caci maki atau menyudutkan. Masya Alloh, bisa banget kita tiru lho ini, Genks!

4. Tidak men-tag lokasi pribadi

Beberapa orang juga lebih nyaman memilih untuk tidak menunjukkan kepada publik tentang lokasi area tempat tinggal, sekolah, kantor maupun beberapa tempat yang sekiranya sering kita akses setiap harinya. Alasannya? Tentu tak jauh-jauh dari alasan keamanan.

Beberapa juga ada yang sengaja mengaburkan bangunan bahkan area lokasi foto agar netizen tidak mudah menebak dimana foto itu diambil.

Lain halnya dengan tempat wisata atau tempat umum yang biasanya mudah diakses oleh khalayak maupun wisatawan. Umumnya, mereka tak ragu men-tag nama lokasi dan mencantumkan nama bangunannya.

5. Izin jika akan mengunggah data seseorang ke sosial media

Poin terakhir yang ga kalah penting yaitu: IZIN! Yes, izin dan izin. Why? Ribet ya? Emang πŸ˜› Tapi coba dilihat dan dirasakan deh ketika kamu ada di posisi orang yang secara sembarangan diambil potonya dan disebarluaskan di internet tanpa seizin kamu, apapun tujuannya. Males banget ga sih! >,<

Poin ini juga nyambung ama poin nomor dua di atas. Dan saya rasa, agama manapun mengajarkan kita untuk izin jika “mengambil” kepunyaan orang lain ya, apalagi ada hak orang lain di dalamnya. #notetomyself

Beberapa Ibu Indonesia yang baru saja merasakan keseruan di sekolah si kecil, tampak tak sungkan untuk memotret sana-sini bahkan merekamnya. Eitss, hati-hati Ibu, apakah Ibu sudah izin dengan pihak sekolah?

Beberapa sekolah yang memiliki siswa asing di dalamnya, biasanya menempelkan besar-besar aturan yang tertulis,

“Dilarang memotret ataupun merekam dan menyebarluaskan semua yang ada di sekolah ini tanpa izin dari pihak sekolah”

Kenapa ya kira-kira?

Seringkali, beda negara, beda budaya dan kebiasaan membuat kita “terbentur” dengan budaya di negara yang baru kita pijak. Dan yes, budaya di Indonesia belum sepenuhnya mengharga privasi orang lain, lalu terbawa ke negara lain, dalam hal ini negara Jepang.

Jadinya?

Tak sedikit Ibu-ibu yang kena warning karena tanpa izin telah mengunggah ke sosial media, beberapa foto dan video undokai/festival olahraga sekolah yang menampilkan wajah anak-anak lain tanpa seizin anak yang bersangkutan atau orang tua murid.

Tak sedikit turis yang mendapat denda jutaan rupiah  hanya karena tak mau tahu peraturan di negara Jepang yang menjunjung tinggi privasi warganya. Foto sana sini, jepret sana-sini, selfi dengan Geisha yang lewat tanpa izin, foto dan merekam anak-anak sekolah lalu mengunggahnya ke SNS (sosial media).

Tak sedikit wisatawan asing yang kena tegur karena blitz dan bunyi cekrik-cekrik kameranya sangat mengganggu kenyamanan pengunjung lainnya. 

Kalau sudah begini, jangan kaget kalau tiba-tiba ada batasan bagi warga negara tertentu untuk datang dan berwisata ke Jepang. Ga mau begitu kan? πŸ™

Solusinya? Tak ada jalan lain kecuali belajar. Sebagai orang tua pun kita wajib terus mengasah diri untuk belajar dan memahami budaya setempat. Terlebih pada derah yang akan kita kunjungi, entah itu untuk berwisata maupun untuk menetap di sana.

Baca juga:

Tokyo Metro Museum : Berpetualang di Kereta tahun 1920-an.

Etika berwisata ke Jepang (Tips Turis Milenial)

Tidak ada yang salah dengan kesalahan, asal mau saling belajar memperbaiki. Tak ada yang salah dengan perbedaan, asal sama-sama mau saling menyesuaikan. Beberapa tips lain tentang kebudayaan yang wajib diketahui pelancong sebelum memutuskan travelling ke negara Jepang, juga bisa teman-teman baca di Etika berwisata ke Jepang (Tips Turis Milenial)

Dan setelah mempelajari tips-tips di atas, tak ada salahnya juga kamu coba praktekkan sembari menghias Sosial Media kamu dengan langkang-langkah yang sudah dijelaskan secara rinci oleh Mama Andina di Membuat Template Instagram Feed Dengan Canva (Free E-Book)

Kira-kira bagaimana menurut kamu tentang tips-tips ala masyarakat Jepang dalam bersosial media? Apakah ada poin yang kamu setuju banget atau malah kurang setuju? Dan poin apa sih, yang paling penting agar kita bisa bijak bersosial media?

Yuk saling berbagi di kolom komentar ya !

Terima kasih sudah berkenan membaca tulisan ini hingga selesai. Saran kritik bisa langsung ke surel vidyayupi@gmail.com, atau instagram @vidyagatari .

Terima kasih  dan sampai jumpa lagi di tulisan saya selanjutnya Ζͺ(Λ†β–½Λ†)Κƒ  

 

 

14 Replies to “Tips ala Masyarakat Jepang dalam bersosial media (Millennial Tips)”

  1. ceritanya bagus, penggunaan bahasa juga bagus dan mudah dipahami.
    Cerita ini menggambar kan semua orang yang sedang berjuang melawan pandemi covid-19. Semoga pandemi cepat berakhir dan bisa bebas melakukan aktivitas seperti sedia kala aamiin.

    Zulham
    XI TAV 3
    33

  2. Ceritanya oke. Ringan tapi memberi kesan. Gaya penulisan yg mudah dipahami emak2.. Makasih mbak vidya sudah berbagi pengalaman lewat tulisannya… Semoga berkah dan sukses selalu…

    R_Y
    😊

    1. terima kasih banyak sudah berkenan membaca dan meninggalkan jejak y kak ^^ it means a lot for me. terima kasih banyak! sehat2 sll kak.

  3. Memang deh, kita harus bisa nih meniru Jepang yang kata orang negara gak punya agama tapi bisa banget menghargai orang lain sampai sedemikian. Dari budaya dan sosial, bisa kelihatan nih kayaknya, mana yg bakalan punah duluan hahaha (just kidding)

  4. informasi yang penting banget… bisa dijadikan bekal kalo pas mau jalan-jalan ke jepang (duh, ngarep banget). karena kita harus menghargai etika berbeda di tiap negara

  5. Wah
    Ada istilah “Dimana Bumi di pijak, di situ laingit di junjung”. Kayaknya tepat harus di terapkan kalau lagi di negeri matahari.

    Bener-bener budaya Jepang sangat berbeda dg negara kita. Ternyata Jepang yg dg kemajuan di segala bidang tetap mempertahankan budaya yg di junjung tinggi.

  6. Salut banget, sih dengan budaya mereka yang memang punya dampak positif luar biasa. Kalau di sini, berbagi akun sosial media orang lain sudah biasa, ya, Mbak? hihi. Dan kita setiap ketemu anak orang pun selain nyapa juga nanya nama anaknya. Sungguh bagaimana langit dan bumi perbedaannya πŸ˜€

  7. Iya Mbak, aku pernah baca klo di luar negeri sangat menghargai privasi, terutama terkait foto diri.
    Kebalikannya di Indonesia, klo pada wefie kadang malah wajahnya sendiri ditutup stiker, sementara wajah orang lain di sebelahnya justru diperlihatkan. Aneh aja menurutku. 😁

  8. Daku acap kali lihat sih, seringnya wajah orang yang gak dikenal di buat blur, tapi justru kebanyakan wajah keluarganya di perjelas, apalagi wajah anak masih bayi 🀦

  9. Patut ditiru. Mulai dari value untuk menjaga privasi diri sendiri hingga orang lain yang tanpa sengaja ikut kejepret, dan last but not least, etika mengomentari isu/gosip.

    Saya pribadi sudah mencoba melakukan sebagian, seperti tidak menayangkan wajah anak dan istri saya di medsos. Kurang lebih alasannya sama sih, privasi.

    Nice sharing mbak. Inspiratif sekali cerita ini.

  10. Wawww saluuut banget
    Benar2 beda ma negara kita ya Mbak
    Dsni apa jaaa di ekspos
    Dikuliti sampe habis
    Dan anehnya ni justru jadi berita yg di nanti n ratingnya tinggi

    Harus banyak belajar karakter ni ma orang2 Jepang

Leave a Reply to Fenni BungsuCancel reply

error: Content is protected !!